Anggota DPR RI Dapil Kalteng Willy M Yoseph saat berbicara dalam Forum Hasupa Hasambewa di kantor Gubernur Kalteng, Senin (16/10/2023).
PALANGKA RAYA – Anggota DPR RI Dapil Kalteng, Willy Midel Yoseph, menyoroti keberadaan aparat kepolisian yang melakukan pengamanan di perusahaan besar swasta (PBS) perkebunan kelapa sawit. Selain menambah beban bagi perusahaan swasta, kehadiran Polri juga dianggap tidak efisien.
Hal itu diungkapkan Willy dalam forum Hasupa Hasambewa di Aula Jayang Tingang Kantor Gubernur Kalteng, Senin (16/10/2023). Forum itu digelar Pemprov Kalteng, dipimpin Sekda Provinsi H Nuryakin. Hadir para tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, pengurus Ormas dan LSM, para Rektor dan pimpinan sekolah tinggi serta mahasiswa.
“Aparat jangan berlebihan. Kita lihat contoh di Bali, ada polisi adat Cakalang. Di Kalteng ada Batamad, bisa percayakan kepada Batamad atau ormas Dayak yang lainnya. Mereka bisa diberdayakan untuk lakukan pengamanan,” kata Willy yang juga Ketua Ikatan Cendikiawan Dayak Nasional (ICDN).
Willy menyinggung hal itu dalam kaitan dengan konflik yang terjadi di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, antara masyarakat dengan perusahaan sawit PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HKBP) 7 Oktober 2023, yang menelan korban nyawa satu orang warga yang diduga ditembak aparat kepolisian.
Willy menyayangkan ratusan aparat yang dikerahkan untuk melakukan pengamanan, yang justru berujung pada konflik hingga jatuhnya nyawa masyarakat lokal.
Menurut Willy, aparat kepolisian bisa mengurus persoalan yang lain di luar sawit. Dalam mengelola konflik perlu ada pendekatan kearifan lokal, pendekatan dengan masyarakat lokal, ada pemberdayaan. “Pemda silakan inisiatif untuk mengaturnya dalam Perda untuk mengelola SDM dan SDA Kalteng,” tambah Willy.
Willy juga mengingatkan pemerintah daerah agar bijak dalam mengelola konflik. “Kasus Bangkal tidak menutup kemungkinan muncul lagi. Harusnya ini yang terakhir, karena itu perlu diselesaikan dengan baik dan menyeluruh. Selain persoalan tuntutan plasma, juga ada konflik soal tenaga kerja serta kecemburuan sosial lainnya yang berkaitan dengan kehadiran PBS di Kalteng.”
Soal plasma, sebaiknya ada limit waktu terakhir penyerahan plasma kepada masyarakat. Ini perlu diatur secara terbuka dan masyarakat bisa ikut mengawasi. “Perlu komitmen bersama dari pemerintah daerah bersama elemen terkait, agar hak masyarakat dipenuhi dan konflik tidak terulang lagi,” kata Willy.
“Saya juga sudah bertemu langsung dengan keluarga korban meninggal di Bangkal, pesan mereka agar kasus ini dituntaskan. Jangan ada rekayasa. Rakyat salah ada hukuman, aparat salah juga perlu dihukum juga,” kata Willy. vk1