PALANGKARAYA – Musibah banjir selalu terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) setiap musim penghujan tiba. Di awal tahun 2024 ini, tercatat ada sembilan kabupaten yang alami banjir.
Sembilan kabupaten itu, Murung Raya, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Kapuas, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, Lamandau, dan Sukamara. Yang terbaru di wilayah DAS Barito.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Tengah Bayu Herinata mengatakan, banjir rutin melanda wilayah ini akibat kerusakan ekologis. Sementara di sisi lain, belum ada kebijakan serius dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) dalam upaya mitigasi banjir.
Pemerintah Provinsi, menurut Bayu, semestinya belajar dari peristiwa-peristiwa banjir tahun sebelumnya. Perlu diperkuat mitigasi dengan tata kelola lingkungan hidup, terutama tata kelola hutan dan lahan yang baik. “Sepertinya hutan dan lahan menjadi faktor utama penyebab terjadinya banjir yang terus berulang dan semakin meluas,” kata Bayu dalam press rilis kepada media, pekan kemarin.
Menurut Bayu, kebijakan penyediaan anggaran tanggap bencana dengan membagikan sembako kepada warga yang terdampak tidak cukup. Ini bahkan belum berdampak positif pada mitigasi banjir.
Terdapat kerusakan lingkungan yang parah di beberapa kabupaten yang selalu alami banjir. Rusaknya beberapa area serapan yang disebabkan oleh pembukaan lahan berskala besar dan aktivitas yang mengakibatkan sungai mengalami pendangkalan menjadi faktor penyebab utama banjir. “Hal ini seharusnya tidak boleh luput dari perhatian pemerintah,” katanya.
WALHI Kalteng telah melakukan analisis spasial menggunakan data tutupan lahan di tahun 2022. Hasilnya menunjukkan bahwa ada tutupan lahan perkebunan seluas 121.555 hektare, pertambangan 23.045 hektare, dan Hutan Tanaman seluas 53.834 hektare pada DAS Barito.
Secara umum, tutupan lahan selain hutan dan lahan dimaksudkan untuk kegiatan pertanian dan pertambangan. Pada DAS Kotawaringin, terdapat tutupan lahan seperti Hutan Tanaman seluas 94.966 hektare, Perkebunan 342.180 hektare, Pertambangan 5.846 hektare.
Pada DAS Mentaya Kabupaten Kotawaringin Timur, terdapat tutupan lahan untuk aktivitas Hutan Tanaman seluas 187 hektare, Perkebunan 657.180 hektare, dan Pertambangan 20.316 hektare, yang berdampak pada timbulnya bencana banjir.
“Laporan terakhir seperti ini menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan karena deforestasi sejak tahun 2019 hingga 2022 menjadi pemicu besar yang memperparah bencana ekologis yang terjadi di Kalimantan Tengah,” ujar Bayu.
Sepanjang tahun 2019 sampai 2022 terjadi peningkatan perubahan tutupan lahan Perkebunan sebesar 123.765 hektare dan perubahan tutupan lahan Pertambangan meningkat sebesar 40.691 hektare serta perubahan tutupan lahan Hutan Tanaman meningkat sebesar 12.649 hektare.
“Terdapat sebaran tutupan lahan berupa Perkebunan dan Pertambangan pada kawasan lindung yang memiliki fungsi sebagai penyangga untuk mengatur tata air dan berfungsi sebagai mencegah banjir, seluas 27.675 hektare,” ungkapnya.
Manager Advokasi, Kampanye, dan Kajian WALHI Kalteng Janang Firman Palanungkai menambahkan, bencana yang selalu terulang sudah seharusnya menjadi perhatian khusus pemerintah.
Terutama dalam hal mitigasi bencana dan upaya pemenuhan hak sosial para korban yang sudah menjadi keharusan pemerintah. Ini diatur di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
“Awal tahun 2024 ini sudah seharusnya bisa menjadi momen yang menggairahkan bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk segera berbenah dalam hal tata kelola lingkungan,” katanya.
WALHI menyarankan pemerintah sesegera mungkin melaksanakan mitigasi bencana. Apalagi banjir sudah berulang terjadi di lokasi yang sama setiap tahunnya.
Pemerintah juga harus tegas dalam mengambil tindakan, lakukan audit lingkungan di Kalimantan Tengah sebagai bentuk mitigasi jangka panjang, tanpa menunggu bencana datang dulu. (VK1/rilis)


