PALANGKA RAYA – Kemarau panjang yang melanda Kalteng berdampak pada semua lini. Tak hanya mengancam kesehatan manusia, namun juga hewan dan tumbuhan. Bahkan para petani tampak ikan pun merasakan, banyak ikan yang mati. Ini diakui sejumlah petani tambak di Sungai Kahayan wilayah Kota Palangka Raya.
“Sejak air sungai surut, banyak ikan mati. Kami baru panen satu kali,” kata Sumi dan suaminya, Rudi, saat ditemui awak media, Kamis (5/10/2023), di keramba milik mereka di Sungai Kahayan Pahandut Seberang. Pasangan suami istri itu membudidayakan ikan nila dan patin. Mereka mengakui rejekinya mulai seret sejak kemarau. Ini dialami hampir semua petani tambak ikan di Sungai Kahayan.
Hal ini mereka alami sejak beberapa bulan terakhir. Hasil penjualan jauh dari modal yang dikeluarkan untuk membeli pakan ikan yang semakin mahal. Akibat kemarau, ukuran ikan yang dipanen juga tak sesuai harapan. Hal ini sering dialami para petani tambak ikan ketika kemarau panjang melanda. Banyak ikan mati, akibat air bercampur lumpur saat sungai mulai dangkal.
Campuran air dan lumpur membuat suhu lebih panas dibanding biasanya. Apalagi air sungai tidak mengalami pergerakan seperti biasanya. Kadar oksigen dalam air menurun, yang memicu ikan kelelahan hingga mati.
“Biasanya kami dalam setahun bisa dua kali panen. Sekali panen rata-rata 3 ton. Tapi sampah saat ini baru satu kali panen, hasilnya pun tak capai target,” kata Rudi sembari memungut ikan dalam keramba yang mati.
Mereka juga mengeluhkan harga pakan ikan yang semakin meningkat. “Panen aja susah malah harga pakan ikan naik, ini saja udah 2 kali mengalami kenaikan, awal harganya di kisaran 300 ribuan per sak ukraun 30 kg, sekarang naik lagi jadi 400 ribu lebih,” keluhnya.
Pasutri ini mengaku mengalami kerugian hingga Rp3 juta per hari akibat banyak ikan yang mati. Ia berharap pemerintah bisa mencari solusi. “Tolong pemerintah bantu kami para pembudidaya ikan, saat ini kami hanya bergantung rezeki dari usaha ini. Sekarang kami kesulitan,” katanya penuh harap. Vk1