PULANG PISAU – Rumah Betang adalah rumah suku Dayak di Kalimantan Tengah. Rumah Betang bermodel panggung, memiliki ruangan yang luas dan memanjang. Zaman dulu Rumah Betang biasanya dihuni oleh beberapa keluarga.
Rumah Betang atau Huma Betang dalam bahasa Dayak Ngaju, memiliki falsafah hidup berdampingan, saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain.
Jumat (5/1/2014), voxkalteng.com berkunjung ke salah satu Rumah Betang tertua yang ada di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Untuk menuju ke Betang Buntoi ini, biasanya butuh waktu sekitar 30 menit dengan menggunakan transportasi roda dua dari Kota Pulang Pisau. Dari dalam Kota Pulang Pisau (Pulpis) terlebih dahulu menyeberangi Sungai Kahayan menggunakan kapal Fery penyeberangan.
Setiba di seberang yang masuk wilayah Kelurahan Kalawa, perjalanan dilanjutkan dengan sepeda motor selama 20 menit.
Sesampainya di Rumah Betang Buntoi, voxkalteng.com disambut dengan ramah oleh Martenggo. Pria ini adalah keturunan ke enam dari pendiri Rumah Betang tersebut. Laki-laki berumur 60 tahun itu, kemudian menceritakan tentang sejarah Rumah Betang yang didirikan oleh leluhurnya.
“Menurut cerita turun temurun, Rumah Betang ini didirikan oleh Datuk kami bernama Singa Jala, yang saat itu menjabat sebagai Dambung atau Kepala Desa,” tutur Martenggo.
Dikisahkan, Betang ini dibangun pada tahun 1870 pada zaman Asang, masa dimana premanisme merajalela di era penjajahan Belanda. Tujuan didirikan Rumah Betang ini pada zaman Asang adalah untuk melindungi keluarga dari serangan musuh. “Ketika para suaminya pergi berburu dan berperang,” ujar Tenggo, sapaan akrabnya.
Lanjut Tenggo, Rumah Betang memiliki filosofi pohon beringin atau dalam bahasa Dayak Ngaju disebut Opun Lunuk yang lebih dikenal dengan Batang Garing. “Siapa pun yang datang ke rumah Betang diterima dengan baik, mendapatkan perlindungan dan naungan,” katanya.
Kini, di usia sudah 154 tahun, Rumah Betang ini masih terlihat kokoh. Tampak tiang dari kayu Ulin bernuansa warna gelap, serta di dalamnya dilengkapi oleh barang-barang bersejarah. Seperti Garantung dan Balanga yang berumur 154 tahun. Ada juga foto salah satu keturunan dari Singa Jala.
Selama 154 tahun berdiri, Tenggo menambahkan, Rumah Betang ini sudah dua kali direnovasi. Pertama dilakukan tahun 1980 kedua tahun 2014.
“Perawatan dan pemeliharaan Rumah Betang dilakukan oleh saya sebagai keturunan keenam, tetapi untuk renovasi oleh Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau yang bertanggung jawab,” tegas Tenggo.
Oleh pemerintah, Rumah Betang ini ditetapkan sebagai salah satu situs sejarah Suku Dayak. Dari Palangkaraya, pusat ibukota Provinsi Kalteng, Rumah Betang Buntoi dapat dijangkau dengan perjalanan darat selama 2 jam. (MWF)




