PALANGKARAYA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) dari Daerah Pemilihan II Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Seruyan, Abdul Hafid, melakukan reses ke daerah Kecamatan Pulau Hanaut, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), pekan kemarin. Dari aspirasi masyarakat yang dia terima, terungkap jika sejumlah daerah di wilayah Kecamatan Pulau Hanaut masih terisolasi.
Sulitnya mendapatkan akses transportasi darat membuat hasil panen sulit dipasarkan. Banyak petani akhirnya beralih menjadi pedagang dan pekerja perusahaan kelapa sawit. “Kami menyerap berbagai keluhan dari masyarakat, terutama para pendamping desa. Berbagai persoalan yang mereka hadapi, mulai dari infrastruktur hingga konflik lahan,” kata Abdul Hafid saat diwawancara di Palangkaraya, Selasa (4/3/2025).
“Saya berdialog langsung dengan pendamping desa untuk memahami lebih dalam persoalan di lapangan. Semua aspirasi ini nantinya akan saya sampaikan ke pemerintah,” ujar politisi PAN itu. Salah satu keluhan utama yang disampaikan adalah sulitnya akses transportasi, terutama di Pulau Hanaut yang belum memiliki jalur darat.
Minimnya pembangunan di wilayah seberang sejak era Presiden Soeharto juga menjadi perhatian, karena berdampak pada keterisolasian desa-desa di sana. Selain itu, pendamping desa menyoroti ketidakstabilan harga hasil panen yang membuat banyak petani beralih ke perkebunan sawit atau berdagang.
Mereka mengusulkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada pencetakan sawah, tetapi juga meningkatkan jumlah petani serta menjamin distribusi hasil panen agar lebih menguntungkan masyarakat.
Di wilayah selatan Kotim, kondisi infrastruktur pertanian yang buruk menjadi tantangan besar. Jalan yang rusak dan tidak memadai menyulitkan distribusi hasil pertanian, membuat biaya logistik membengkak dan merugikan petani.
Sementara itu, di wilayah utara, konflik antara masyarakat desa dan perusahaan besar swasta (PBS) kerap terjadi. Pendamping desa mengalami keterbatasan dalam menengahi konflik karena keputusan ada di manajemen pusat perusahaan.
Hafid menilai perlu ada solusi agar masyarakat dan investor dapat berjalan berdampingan tanpa merugikan satu sama lain.
Para pendamping desa juga mengusulkan adanya bantuan operasional dengan mempertimbangkan kondisi geografis. Desa-desa di wilayah terpencil, misalnya, membutuhkan anggaran lebih besar untuk mendukung kegiatan mereka.
“Saya akan memasukkan seluruh aspirasi ini dalam laporan hasil reses yang akan disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD Kalteng. Harapannya, pemerintah daerah melalui DPMD bisa memberikan perhatian lebih terhadap kondisi desa-desa di Kotim,” tutup Hafid. (VK1/sbm)