PALANGKA RAYA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangkaraya menjatuhkan vonis 5 tahun penjara bagi Ben Brahim S Bahat. Ben terbukti menerima suap saat menjabat Bupati Kapuas. Sementara istrinya, Ary Egahni, divonis 4 tahun penjara.
Sidang putusan berlangsung pada Selasa (12/12/2023) siang, di Pengadilan Tipikor Jalan Seth Adji Palangkaraya. Sidang dipimpin Majelis Hakim Achmad Peten Sili, didampingi anggota Majelis Muji Kartika Rahayu, Kusmat Tirta Sasmita, Darjono Abadi, dan Erhammudin.
Ben menjabat Bupati Kapuas saat ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Maret 2023. Ben ditangkap bersama istrinya yang menjabat anggota DPR RI dari Partai Nasdem Dapil Kalteng. KPK menduga Ben dan istrinya menerima suap dan melakukan pungutan liar (pungli) dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Kapuas. Nilainya mencapai Rp8,7 miliar.
Dalam sidang putusan Pengadilan Tipikor, Majelis Hakim menyatakan Ben Brahim dan Ary Egahni bersalah melakukan korupsi dan gratifikasi di Pemerintah Kabupaten Kapuas.
Selain memutuskan hukuman pokok, majelis hakim turut membebankan kedua terdakwa berupa pembayaran uang pengganti atau denda masing-masing sebesar Rp500 juta dengan subsider kurungan penjara selama tiga bulan.
Ben dan istri juga divonis hukuman tambahan berupa uang pengganti kepada negara juga diberlakukan kepada Ben Brahim S Bahat. Dimana terdakwa diminta membayar uang pengganti senilai Rp6,5 Miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan.
Apabila tidak dibayarkan, maka harta benda Ben Ibrahim akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi kekurangan uang pengganti. Jika harta benda tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan diganti pidana penjara selama dua tahun.
Ben Brahim dan Ary Egahni juga dicabut haknya untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun, setelah keduanya bebas dari hukuman kurungan penjara.
Ben Brahim dan istrinya yang hadir dalam sidang ini, kompak mengenakan kemeja putih. Keduanya duduk berdampingan sepanjang sidang. Setelah pembacaan vonis, Ary Egahni bersimpuh dan menangis di pangkuan suaminya. Ary tampak memeluk erat-erat suaminya. Ben juga tak kuasa menahan air mata. Momen itu cukup mengharukan.
Menanggapi putusan majelis hakim yang berbeda dengan tuntutan yang diajukan, Jaksa KPK memilih untuk pikir-pikir. Hal sama juga dilakukan oleh kuasa hukum kedua terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Zaenurofiq, mengatakan menghormati keputusan hakim yang memberikan vonis di bawah tuntutan 8 tahun 4 bulan untuk Ben Ibrahim dan 8 tahun untuk Ary Egahni.
“Selisih putusan dengan tuntutan cukup jauh, sehingga kita akan pikir-pikir dulu. Dalam waktu satu Minggu ini kita akan fokus melakukan diskusi untuk menentukan langkah selanjutnya,” ucapnya.
Sementara, kuasa hukum Ben Ibrahim dan Ary Egahni, Regginaldo Sultan, menyatakan menghormati putusan majelis hakim. Melihat dakwaan yang ditujukan kepada kliennya, ancaman pidana minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun hingga seumur hidup.
“Vonis yang diberikan sudah masuk hukuman paling minimal. Melihat ini, kita akan menggunakan waktu selama seminggu untuk pikir-pikir dulu. Baru setelah itu kita putusankan untuk banding atau menerima putusan,” pungkasnya.
Di luar sidang, massa pendukung Ben Brahim dan istrinya melakukan aksi unjuk rasa. Ratusan massa memulai aksi setelah hakim pengadilan Tipikor Palangka Raya memutuskan vonis kepada Ben Ibrahim dan Ary Egahni.
Usai Majelis Hakim membacakan putusan, massa simpatisan sempat melakukan hening cipta, setelah itu massa membakar ban dan melakukan orasi di depan gedung Pengadilan Tipikor.
Massa ini konsisten melakukan aksi unjuk rasa sejak sidang perdana hingga putusan. Mereka menilai proses hukum terhadap Bupati Kapuas dua periode itu bersama istrinya, merupakan bentuk kriminalisasi. (VK1)