PALANGKA RAYA – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Save Our Borneo (SOB) sepakat menyalahkan pemerintah terkait tumpang tindih jutaan hektare lahan di Indonesia, termasuk Kalimantan Tengah (Kalteng).
Data Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian RI menyebutkan luasan lahan di Provinsi Kalteng yang tumpang tindih mencapai 4.404.227 hektare. Ini berdasarkan Peta Indikatif Tumpang Tindih Informasi Geospasial Tematik/IGT (PITTI) Ketidaksesuaian batas administrasi, tata ruang, kawasan hutan, izin usaha pertambangan, dan hak atas tanah, melalui kebijakan satu peta.
Data ini terungkap dalam Penyusunan Aksi Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin Konsesi, Hak Atas Tanah dan Pengelolaan, di Provinsi Kalimantan Tengah, Selasa (24/10/2023).
Direktur Walhi Kalteng Bayu Herinata mengatakan, ketidaksesuaian lahan dengan perizinan terjadi karena pemberian izin yang serampangan oleh Pemerintah melalui kepala daerah. “Pemberian izin tadi tidak memperhatikan kebijakan terkait rencana tata ruang ataupun terkait kawasan hutan,” ucapnya, Rabu (25/10/2023).
Banyak izin sektor kehutanan, pertambangan dan perkebunan yang diberikan kepada perusahaan berada di dalam areal kawasan hutan ataupun berada di dalam areal lindung dalam RTRWP, sehingga terjadi kerusakan lingkungan dan juga konflik agraria dengan masyarakat.
“Upaya untuk melakukan perbaikan terkait dengan pelanggaran- pelanggaran tadi tidak dilakukan secara baik oleh Pemerintah, kecenderungannya malah semakin dijustifikasi atau dilakukan pembenaran melalui pembentukan kebijakan baru seperti UU Cipta Kerja yang memberikan pengampunan hanya dengan membayar denda, atau pun di tingkat daerah yang juga memberikan justifikasi atau pengampunan melalui revisi rencana tata ruang,” katanya.
Seharusnya yang penting dilakukan, lanjut Bayu, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan sumber daya alam. Izin yang ada dilakukan review, audit untuk dapat dievaluasi. Jika tidak sesuai dengan peruntukan ruang dan kebijakan yang ada, maka harus dilakukan pengurangan izin atau sampai pencabutan izin.
Senada, Direktur SOB M Habibie menilai pemberian banyak izin oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ESDM di sektor Kehutanan, pertambangan dan perkebunan di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng), banyak diberikan kepada perusahaan yang berada di dalam areal kawasan hutan ataupun berada di dalam areal lindung dalam RTRWP. Ini membuktikan pemberian izin dilakukan serampangan.
Habibi menyebut, pihak pemerintah hanya memakai sistem pemutihan dengan menggunakan pasal 110 a dan 110 b Undang-undang Cipta Kerja.
“Kalau hanya diputihkan, justru hanya menambah konflik baru, dan malah serampangan yang diberikan oleh pemerintah. Izin hanya diberikan di atas meja tanpa melihat kondisi nyata di lapangan,” katanya.
Ia menjelaskan, berdasarkan data yang di analisis oleh SOB, terjadi ketidaksesuaian izin konsesi lahan hak atas tanah dan hak pengelolaan tanah di Kalteng dengan luasan yang jauh lebih besar dibandingkan data yang diungkap pemerintah.
“Kami temukan dari perkebunan sawit saja hampir 4 juta hektare, belum lagi pertambangan kurang lebih 1,8 juta hektare, HPH 4 juta hektare, HTI 800.000 hektare. Belum lagi izin di bidang lainnya seperti restorasi ekosistem dan lingkungan sosial,” katanya. vk1


